Senin, 05 Agustus 2019

Cerpen Kerudung dalam Lisan


Karya: M. Wijaya 

Di atas meja rak buku hp berdering, assalamu ‘alaikum… Abid menjawab telfon yang ternyata dari Pondok Putri. Abid adalah salah satu santri paling senior di pondok pesantren al Mubtadiin. Kulitnya sawo matang hidung setengah mancung khas orang blora. Tubuhnya tinggi agak kurus dan punya karisma yang cukup tinggi. sOre itu abid dimintai tolong mengantarkan undangan ngaji selasa legi yaitu ngaji rutinan oleh muslimat tua  yang dilakukan sebulan sekali. Rata- rata memang undangan itu tertuju kepada tetangga desa yang lumayan agak jauh. hal itulah yang menyebabkan pondok putri harus minta tolong kepada kang santri.

 Dalam perjalanan kang abid berfikir tentang kata- kata gurunya tempo hari bahwa “dalam mendidik umatnya, Nabi itu sering mengulangi kata-kata yang penting” karna itu yang akan membentuk dasar pola pikir seseorang. Belum jelas akhir dari angen-angen konsentrasinya buyar, karna motornya tak setenang sebelumnya karna jalanan rusak. Sekarang ia bersepedamotor ala orang offroad melenggak lenggok mencari jalan yang enak untuk di lewati. Tak seperti jalan sebelumnya. Biasa jalan di kota ini memang hamper 60 persen tidak bagus, mungkin karna kelebihan muatan apalagi ini jalan pedesaan yang sering di lewati truk tebu, sekarang di bangun tahun depan udah rusak lagi.

Tak lama kemudian abid sampai di salah satu tujuannya yaitu di rumah mbak Mutmainnah yang kebetulan dulunya juga pernah nyantri di pesantren Al Mubtadiin, satu angkatan dengannya. Tapi mbak mutmainnah boyong duluan lantaran menikah dan bahkan sekarang sudah punya anak. Ktika Abid mau membelokan motornya ke halaman rumah, tiba- tiba ada mbak mut dari samping rumahnya yang gugup dan grogi, ia terlihat serba salah, mungkin karna abid melihatnya tak berkerudung, sebenarnya abid juga kaget tapi ia biasa saja. Sebentar kang, kata mbak mut sambil setengah lari ke dalam rumahnya. Monggo kang silakan duduk kata mbak mut mempersilahkan sambil merapikan kerudung yang barusan dipakainya. Pak ne irfan nggak ada kang, begitu mbak mut memanggil suaminya. Ada perlu apa kang? kug tumben sore sore kesini … Tanya mbak mut heran. Iniloh mbak, mau ngasih undangan ngaji selasa legi jawab abid. Ow alah… tak kira ada apa kang, iya kang insya allah.  Ya sudah mbak aku tak langsung balik aja udah sore, pamit abid. Iya kang ma af loh ya di anggur ke, basa basi mbak mut. Nggak apa apa mbak assalamu alaikum…

Dalam perjalanan pulang abid bertanya-tanya dalam hatinya, ternyata temanya itu tak sebaik dulu dalam berpakaian. Apa karna sudah tak tinggal di pondok lagi ya? Bukankah kwajiban menutup aurot itu kwajiban setiap orang islam? Tanya dia dalam hati. ya meski kejadian semacam ini bukan yang pertama kali ku lihat, tapi rasanya kug baru kali ini aku menyayangkan.. ah Mungkin karna dia adalah teman satu angkatan, jadi aku merasa lebih peduli hal itu. Abid menebak- nebak dalam hati.

Baru setelah sampai di kawasan Pon Pes Al Mubtadiin, abid memutuskan ke Pon Pes putri dahulu untuk mengembalikan lebihan undangan. Sore itu pondok terlihat ramai sekali, banyak lalu lalang santri putri. Dan juga ada yang lagi baca- baca qur an di depan pintu kamar, apalagi yang berada di komplek khafiz disebelah selatan mbak- mbak hafalan lagi berjajar jajar di depan kamar sambil membaca qur’an. Indah,,, dan sangat menenangkan. Assalamu alaikum ,,,, abid di depan kantor putri, ia tidak langsung keruangtamu seperti umumnya tamu yang lain karna ruangan itu sudah penuh dengan orang tua santri putri yang ingin menjenguk anaknya,,,, wa alaikaum salam kang,,,,,  Nurul menjawab,, di kantor aja ya kang,,,, di ruang tamu penuh,,, Nurul mempersilahkan Abid. nggeh mbak, jawabnya.

Kantor putri bukanlah seperti umumnya kantor-kantor lain yang isinya meja kursi dan buku-buku. Kantor disini adalah kamar kecil yang berukuran ± 3 x 5m yang dihuni oleh 9 s/d 11 pengurus putri, disebelah barat berjajar lemari-lemari kecil untuk pakean dan satu meja dengan seperangkat computer. Disisi timurnya ada beberapa rak tempat menaruh kitab dan bantal. abid masuk, didalam ada  mbak- mabak pengurus dan anak kecil yang masih kelas empat SD dan ternyata sudah ikut mondok. Totalnya ada empat anak kecil tapi yang satu tidak kerasan. Hehe tanpa sadar abid tertawa kecil melihat mbak pondok kecil itu. Mbak e namanya siapa? abid menggoda anak itu. Fiza.. jawabnya malu-malu, mbak fiza rumahnya mana? Tanya abid dengan nada guru PAUD. anak itu tidak menjawab dan malah izin pada mbak pengurus mau ke kamar mandi, mbak mau ke kamar mandi katanya sambil bergegas lari keluar… spontan mbak e langsung memanggil anak itu, dek dek fiza, kesini dulu a, teriak mbak Mil a. Mbak Mil a adalah salah satu pengurus putri, ia seorang hafidzoh, parasnya cantik. Namanya anak – anak balik juga sambil lari, dengan nafas ter engah-engah anak itu bertanya, nggeh mbak ada apa? Tanya nya polos… meski kekamar mandi anak pondok harus memakai kerudung, karna keluar dari kamar, ya? Kata mbak Mil a. Tanpa berpikir dua kali dex fiza langsung ambil kerudung dan menghilang dari wajah kantor.

Didalam pondok abid merasa tergelitik hatinya mendengar kata kata mbak mil a yang barusan di ucapkan… di ruangan itu ada empat mbak pengurus yang di antaranya mbak nurul dan mbak Mil a. mbak,,,, tiba tiba abid membuka perbincangan, yang membuat mbak mbak stengah kaget karna abid tiba- tiba saja bicara dan nadanya yang agak tinggi, hal itu membuat ruangan jadi hening karna menunggu apa yang ingin di sampaikan abid, begini mbak, pertama. saya ingin mengembalikan surat yang lebih,  yang kedua saya kug agak keberatan dengan apa yang disampaikan mbak Mil a tadi,,,, yang mana kang? Sahut mbak Mil a memecah dominasi suara kanga bid dalam ruangan itu, yang tadi itu loh, anak pondok itu ketika keluar harus memakai kerudung, menurutku itu kurang tepat,,, kenapa kang? Sahut mbak nadifah. ya karna kalau kamu memakai ukuran anak pondok yang sering kamu ulang-ulang terus, itu akan jadi dasar santri-santri dalam berfikir kelak untuk memakai kerudung misalnya dalam hal ini. Terus gimana kang? Tanya mbak Mil a agak bingung, kan memang benar kang? Imbuh nya tak paham. Harusnya kamu memakai kata sebagai muslimah yang baik kamu harus memakai kerudung ketika keluar dari ruangan dan ketika bertemu bukan mahrom mu, abid berhenti sejenak. muslimah yang baik, Tegas abid. ini kelihatan sepele tapi efeknya sangat besar karna ketika kamu memakai kata anak pondok,,, suatu saat dia sudah tidak di pondok dia akan merasa bebas dari hokum,,, karna yang wajib menutup aurot itu hanya anak pondok,  abid menerangkan dengan nada yang serius.  beda ketika dengan kata muslimah yang baik,,, kelak ktika sudah tak lagi di pesantren dia tetap akan memakai setandar muslimah yang baik,,, kalau dia merasa muslimah yang baik dia akan memakai kerudung,,,, dan itu akan lebih bisa melihat hukum secara luas bahwa hokum itu memang bukan milik pesantren saja tapi milik seluruh umat muslim. Iya kang,,, terima kasih sudah di ingatkan,  sahut mbak Mil a sambil menunduk,,, ruangan itu kembali hening,,, ya sudah mbak, saya pamit dulu , abid memecah keheningan. maaf bukanya saya menggurui, tapi ini memang hal yang harus kita perhatikan sebagai pendidik selain memberikan contoh yang benar. Tapi juga doktrin-doktrin yang benar. assalamu alaikum,,,,, abid mengakhiri percakapan sore itu dan meninggal kan kantor Pon. Pes putri.



kang emjie

Author & Editor

Guru Sejarah dan Pegiat Penulis di MA Binnur Sulang.

0 comments:

Posting Komentar